Senin, 28 Maret 2016

20 TAHUN TAK PUNYA RUMAH [catatan seorang santri]




Aku juga ingin menulis kisah keluargaku dilembaran kertas ini,seperti orang – orang memuat kisahnya dalam novel dan media lainnya,dan aku juga ingin kalau saja orang banyak membaca dan mengangumi karya tulisku ,dan aku  ingin orang banyak mengenaliku melalui novelku ini.walaupun bahasa dan gaya susunan katanya sulit dimengerti.SAYA MOHON BAGI PEMBACA DAPAT MEMBERIKAN PENGEDITAN YANG SANGAT MEMBANGU.
foto anak-anak ayah dan umak


Awal kisah

sejak kecil SD, umurku masih enam tahun kurang,niat dan minatku selera tinggi untuk masuk esde tahun ini,karena faKtor umurku belum memadai,kemauanku terhalang ilalang dari segala pihak.Nekatku memberikan ide bagus.,jemari mungilku meniti disepanjang pagar esde memandangi orang2 berseragam putih merah, dunia kanak-kanak Nampak jelaS menggiurkanku untuk bermain bersama mereka, di awal tahun ini saatnya penerimaan siswa baru akupun masuk dari gerbang utama mengikuti orangtua calon siswa lain yang tak kukenali letak rumahnya, abang bayo tak tau aku datang kesekolahnya yang tau nanguda umak fikri karna mengajar di situ.


Aku sagat bersyukur pada ilahi rabby, niatku dikabulkan-NYA,diterima sebagai siswa baru di kelas ini..yah”SD janjimanaon”.jejak kaki halusku membawa berita gembira untuk kedua orangtuaku,sambutan mereka hanya saja biasa,tak melarang ku untuk melanjutkannya, begitu juga dukungan tak terlalu dipedulikan,Cuma…modal nekad niatku kupaksakan untuk hadir lebih awal kesekolah, padahal jalan masih gelap di tutupi awan pagi, akupun terpaksa didaftar ulang ayah,bagiku itu tak kusia-siakan kepedulian yang Cuma-cuma,adalah bagiku itu amat berharga,benar-benar bahagia, apapun yang mereka suruh, aku tak pernah lagi menolak asal aku tetap sekolah sd janjimanaon.


Sebenarnya aku iri,merasa terasingkan,kurang semangat,menyesal sedikit pada nekatku,…memandangi teman-temanku berseragam rapi,sepatu baru ,baju yang disetrika licin,celana pendek merah hati lengkap ikat pinggangnya ibu mereka memmbelinya di poken sigalangan. melihat seragam memerka membuatku terpuruk jadinya saat memandangi diriku tak seragam,lagian aku tak peduli,walau aku belum tau pepatah yang mengatakan,janganlah lihat yang paling atasmu,lihatlah yang dibawahmu.karna bukanlah pakaian itu yang menghiasi dirimu,melainkan adab dan ilmu.


Berselang hari memutar minggu jadi bulan. pulang sekolah,seorang nenek memberikanku pakaian seragam esde bekas anaknya dulu, baju bertai lalat warna putih usang baunya ampun rasa tai musang, kancingnya tiga  kurang, serta celananya pudar, resletingnya ilang, kubangga bawa pulang.sampai bersih nodanya kuhilangkan,meski deterjennya hanya sabun telepon batang, kuyakin mentari pasti keringkan,setrika manual kupinjam, dibelakang rumah tempurung kukumpulkan,kubakar hingga jadi arang. ngak nyangka terjadi suatu perubahan,oh,,ternyata syukurku pada tuhan,rezeki ku diturunkan.walau sekedar itu seragam bekas orang,namun bisa ku manfaatkan.pemberian seorang nenek yang tak terlupakan.kuselalu do’akan dirinya dalam lindungan ALLAh maha ar-rahman.


besok kucepat berangkat kesekolahan.menurutku ngak lagi merasa malu tuk bergengsi sama yang lainnya,meski kancing celanaku Cuma di ikat dengan karet gelang,kuyakin besok,pasti dapat peniti gambo.tak merasa terasingkan lagi bagiku bergaul bersama teman-teman baru.bermain gembira yang ku harapkan sebelumnya kini telah di depan mata bahkan kurasakan mimpi itu,kehidupanku mulai berwarna,keceriaan di wajahku mencucurkan keringat sehat dilapangan sekolah.


Entah,,kenapa dan mengapa,dua bulan berlangsung ,dan hampir mencapai catur wulan pertama,keluargaku mengalami kesedihan yang panjang,kabarnya kami akan segera pindah ke kampung orang untuk melanjutkan hidup disana,lubuk gobing desanya terletak di pelosok perbatasan tapanuli selatan dan sumatra barat,padahal aku sudah terpilih sebagai anggota karnafal 17an hut ri yang di selenggarakan di pintu padang nantinya.


Hampa,benar-benar hampa,setitik kebahagiaan itu hilang begitu saja,disambut airmata kepiluan di hati,semakin ditahankan namun terjatuh juga,keluargaku di janjimanaon haru dan pilu menyaksikan keberangkatan kami, tobang ani dan suaminya yang penyayang kepada kami,kakak juli tak memandikanku lagi tiap pagi, bang saukani teman bermain waktu hujan, nantulang umaknya kak juli nasi gorengnya enak sarapan pagi “selamat tinggal nasi goreng” ,teman-teman kecilku yang suka masak-masak pulang sekolah dibawah pohon rambutan nenek oji dekat kilang padi depan rumahku, kaleng susu nona dan batok selamat tinggal untukmu, aku masih rindu menangkap siborok di bak air kilang padi, dan paling seru saat kita lari bersama di sawah saat musim panen dan mencangkul, semua orang disawah sibuk mengurus padi, tapi kita lebih sibuk mencari pultak-pultak."selamat tinggal semuanya".

Hari ini handai dan tolan ikut berangkatkan kami bersama barang-barang ke bus mandailing,keluargaku dari jamburpun datang dan membeli lemari kami sebagai tambahan ongkos dan makan dijalan nanti, uluran tangan serta pelukan dari teman umakku sepengajian wirit yasin dimalam jum'at,beberapa orang yang duduk di kedai lopo sikembar keluar mendatangi ayahdan merangkul, berpesan agar sering-sering kemari bawa anak-anak, tangisan haru berma’af ma’afan atas silaf dan kesalahan.


Kaki kami melangkah kedalam bus mandailing, perabotan rumah kami sudah diikat di atas mobil, tas berisi pakaian yang kebanyakan usang, dua karung goni perabotan dapur berisi piring kaleng serta cangkirnya. periuk,kuali juga sendok nasi dari tempurung,dan gelas-gelas yang umak balut dengan Koran agar tak hancur di obrak-abrik sepanjang jalan.


Ayahku begitu perhatian pada kami semua, tempat kami di aturnya sekian rupa, tas berisi pakaian di taruhnya ke bawah kursi, agar bisa meluruskan kaki biar tidak pegal ketika tidur dengan pulas di sepanjang perjalaan.

Aku melihat umak dari kain yang ayah sarungkan padaku, memandangi umak mengusap-usap ­ air matanya jatuh ke kening adikku irhamuddin efendy rangkuti di gendongan, duduk di atas kursi usang tak berbusa lagi hanya pernya yang kurasakan di mobil jelek bau muntah, kursinya tempat berkemah tungo, siapa saja yang duduk di atasnyapasti merasa gatal tak nyaman.

diperjalan ayah selalu menghibur kami semua terutama aku, abang bayo dan kodir dengan pemandangan disepanjang perjalanan yang entah kemana tujuannya, ayah membagi-bagikan kantong plastik buat tempat muntah sambil melarang kodir tidur supaya nanti melihat mobil jepang, dan tugu benteng huraba yang terletak dipintu padang tapsel merupakan sejarah perjuangan melawan penjajah, yang terjadi pada tangal 5 mei 1949.  

ada juga mesjid tua yang tidak lagi dipakai sejak lama, sungai batang angkola airnya keruh karena hujan tadi malam, menunjukkan tempat wisata aek sijorni tak pernah sempat ayah membawa kami kesana, perkebunan sawit yang luas sekali, dan abang hadi bilang "badak-badak" bola mata kami bertiga aku, bg bayo dan kodir hampir keluar melihat dari jendela mencari dimana badaknya, merka berdua terpingkal-pingkal di belakang saat kami berhasil dibuli, umak ikut tertawa sambil bilang  bilang "inda adong disi badak kampung Aek badak", kami bertiga sejenak jengkel tak lagi percaya omongan dua orang itu abang hadi dan abang tondang.

"ayu ara-ayu ara" merka berdua menyeru lagi, kami tak lagi percaya, tapi ayah meyakinkan kami itu ayu ara (kayu ara} simangambat tempat bersarangnya syetan kata ayah. sebentar lagi kita baru sampi kejambur kata ayah tapi mata kami sudah mulai oyong ingin tidur tapi tak bisa, sesekali ngantuk tapi kodir bikin rusuh muntah  menyembur kursi . disiram-ram tikungannya agak tajam, 

banyak sekali yang aneh-aneh di pinggir jalan membuat kami  , sampai di jambur mata kami tertuju pada industri batu-bata, juga rumah panggung nenek bercat biru di bukit sana jelas terhihat dibalik ilalang sanggar-sanggar terbuka pintu dan jendelanya, lopo umak kuru, jalan keliling tanah merah simpang lopo umak boja, rumah etek, sampai

hampir setengah hari baru samapi di sebuah rumah makan simpanggambir, disitu kami berhenti karena mobilnya hanya boleh sampai disitu saja, lalu ayah memesan sebuah angkot khusus kelubuk gobing, sementara kami bersama umak, makan. lalu di ajak mandi, aku, abang bayo, abang hadi, abang tondang, kodir, dan si kecil irham saat itu dia masih bisa melihat belum mengalami kebutaan seperti sekarang.

setengah jam berlalu melepaskan penat di guncang mandailing, tadi tak menetu makan dirumah, keberangkatan kami seperti diusir dari tanah kelahiran sendiri mencari tempat untuk bergantung hidup yang entah kemana, hanya ayah yang tau kami dibawa kemana, setelah angkot pesanan jurusan ke lubuk gobing datang, semua barang-barang di angkat kernek lalu ditutup pakai terpal dan di ikat supaya tidak jatuk ketika diperjalanan nanti.

satu-persatu penumpang memasuki angkot satu jurusan dari pintu belakang dilengkapi kami sekeluarga. duduk berhadap-hadapan, didepan kami barang-barang penumpang lainnya ditambah lagi barang-barang pindahan kami. irham tetap di gendong umak, aku dan kodir duduk di atas tas berisi pakaian kami, sementara abang bayo, abang hadi dan abg tondang, rela berhimpit bersama ibu-ibu parrengge-rengge, walaupun sempit tapi didalam angkot ini rame berlapang dada, aroma pasar yang bau tak lagi jadi topik pembicaraan, karena ayah selalu menghibur kami menunjukkan pemandangan-pemandangan indah dari jendela angkot karatan ini. sungai simpanggambir sudah di bawah kami mengalir dengan indahnya, suara reot angkot melenyapkan riakan air dibalik batu, angkot berjasa ini menyeberangkan kami di atas jembatan gantung meninggalkan rumah makan dan pemandian kami tadi.

 

Tidak ada komentar: