TARPPODOM PEJABATI
Oleh : Mahdian Tamin Rangkuti
Bagian 3 dari artikel He Namarulos Ngot Ko
Pantai Laut Batahan Kecamatan Batahan Kabupaten Mandailing Natal Penuh Sampah dan Lautnya Keruh bertahun-tahun (Arsip Dian 2021) |
Ingin rasanya ambil air segayung lalu menyiram wajah para pejabat negri yang sedang tidur di atas kursi kekuasaannya. Pas bangun bilang aja lagi Prank. Soalnya Dulu saat anda datang meminta do’a dan dukungan. Menjilat telapak kaki kami pun anda rela lakukan demi mendapat suara orang-orang miskin ini. Prank anda sangat totalitas bagusnya, menganggap kami adalah keluarga kandung, tangan orangtua kami anda salam begitu khusyu’, merangkul bahu-bahu petani miskin seolah engkau dilahirkan dari rahim tanpa gizi, melarat, dan papa.
Anda rela masuk desa-desa terpencil tempat kami bermukim, mencari nafkah, bahkan kami tidak tau apa itu sekolah, apa itu sehat, ekonomi sejahtera dan sebagainya anda tawarkan. Yang kami tau hidup ini cukup makan sekali sehari sudah. Sampai orang jijik dengan kehidupan kami mengejek orang terpencil, kolot, miskin, tukang rasun pulak.
Namun hari ini anda tidak takut dengan semua itu demi mendengar suara keluh kesah kami. Untuk catatan-catatan argumenmu dipanggung, supaya lawan anda mudah untuk ditumbangkan. Engkau angkat kisah sedih yang kami alami, menceritakan akses jalan menuju desa kami belum disentuh pemerintah. Kesahatan dan pendidikan terlantar akibat pejabat negri ini tidak pernah melihat kami dipelosok ini. dengan kata-kata ajaibmu itu semua timses haru biru terbius oleh kebohongan-kebohongan anda diatas panggung.
Anda pikir kami orang bodoh yang telanjang lalu di berikan pakaian tipis, panas, murahan, bergambar wajah anda. Pundak kami pun ikut mempromosikan pemenangan anda. Anda sangat jahat membodoho-bodohi kami dan orangtua kami lewat kaos anda. Meyakinkan harga hasil tani melambung. Membuat orangtua kami masih memakai kaos anda kemana-mana sampai janjimu tak kunjung terwujud, hingga kaos itu menyisakan gambarmu sampai buram tetap kami nanti, orangtua kami masih yakin kalau anda tetap ingat janji-janji kampanye diorasikan, bahkan kaos anda itu disimpan rapi adakalanya dipajang pada tengah sawah dan ladang agar setiap melihat kaos itu orangtua kami masih yakin anda akan datang padanya memenuhi janji ekonomi kesejahteraan tani.
Seandainya baleho anda bisa melihat jalan-jalan berlubang, lumpur, belukar, terjal. Mungkin saja biayanya bisa kami pijak tanpa lumpur dan debu lagi. Bergelantungan wajah anda di jembatan melihat kami dengan senyum diatas rintangan nyawa berangkat sekolah, kekebun, kesawah, menjual hasil tani. Teriris hati ini jika membayangkan biaya baleho anda disetiap penjuru negri ini, sampai kepelosok-pelosok anda pajang dengan sombong. Apakah anda tidak tau kami ini pemakan nasi. Bukan pemakan gambar-gamabar. Apakah anda tidak tau kami butuh biaya pendidikan, sebab kami bukan binatang. Biaya berobat untuk kesehatan kami agar bisa kerja keras mencari biaya hidup. Sehingga anda berhura-hura menghabiskan jutaan rupiah hanya sekedar mencetak foto anda di banner yang tidak samasekali bermanfaat buat kami.
Memang kami tau bahwa cita-cita anda itu ingin menjadi Presiden, wakil presiden, menteri, dewan rakyat, gubernur, bupati, camat, kepala desa, dan sebagainya. Kami juga ingin bercita-cita setinggi jabatan anda sekarang duhai penguasa negriku. Tapi sangat mustahil bagi seorang anak petani bercita-cita terlalu tinggi kalau tanah adat kami dirampas orang-orang berduit, orang-orang jahat yang anda undang menguasai tanah leluhur ini. Lautan kita luas tapi kami masih membeli ikan begitu mahal. Tanah pertiwi begitu subur namun kami masih dalam kelaparan, sandang pangan terancam punah, masih banyak kami-kami dibawah ini tidak punya tempat tinggal. Dibiarkan pengangguran. Juga mati dalam kelaparan.
Inikah permainan kampanye anda. Janji-janji palsu karya anda. Setelah berhasil duduk di atas kursi sambil goyang-goyang kaki, mengisap rokok dengarin musik menutup telinga dan hati. Menepis suara-suara bibir rakyat dan perut kami. Sedikitpun anda Tak lagi peduli suara hati kami serukan dalam orasi. Menagih janji. Mana hak-hak kami. Begitu kami datang mengetuk pitu kantormu lalu dijaga ketat satpol PP. Yang kami anggap mereka itu malaikat penyelamat nyawa anda. Tak jarang kami saling mendorong menerobos pintu kantor ada. Sampai-sampai diantara kami ada celaka. Sementara anda didalam, pulas bersahaja.
Padahal yang ingin kami sampaikan pada anda. Coba lihat wajah kami, apakah anda masih mengenalnya. Kalau lupa coba cuci muka, bersihkan biri-biri mata hati anda agar cerah menatap wajah-wajah miskin yang datang bersilaturrahmi kepada anda, kami rindu setelah lama anda tinggalkan janji dikampung kami. Tentu kami datang mengantarnya sebab anda pernah katakan untuk mensejahterakan kami. Sampai saat ini kampung kami selalu sial setelah kepergian anda. Tak ada kemajuan. Itulah sebabnya kami datang berbondong-bondong.
Kami juga ingin anda jamu sebagaimana anda datang kerumah kami bersama kawananmu, dimana dulu gelar tikar anyam duduk bersama anda ikut makan nasi dari periuk hitam. Tertawa bersama menikmati gulai ikan tawar khusus kami sediakan super untuk anda demi memuliakan tamu, bagi kami warga miskin ini bahwa setiap tamu adalah raja. Berhutangpun kami lakukan demi tamu kehormatan. Dan kami yakin anda sangat memingat momen bahagia itu. maka dari itu kami mengetok rumah pintumu sekarang. Sebab kami sedang kelaparan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar