Rabu, 16 Maret 2016

SUBAK-SUBAH NI BROSUR AL-AZHAR JPM


Judul Buku : Al-Azhar Jambur Memanggil Cita-Citaku
Karya : Mahdian Tamin Rangkuti,S.Pd
Alumni : 2010

Hal terindah  bagiku adalah hidup di pesantren al-azhar. hidup di dalam gubuk sederhana yang kami sebut pondok. lain dengan fatayat (putri) ber asrama, fokir (putra)juga ada. semua serba sendiri, yang rame hanya di kelas dan di musholla saja selebihnya kalu ngumpul bareng bin kombur, momen terindah sangat banyak yang ingin kuceritakan selama tujuh tahun di dunia pesantren al-azhar, persahabatan, kenakalan, sedih, tawa dan air mata. pesantren gratis ini akulah salah satu peminat besar menimbah ilmu dunia akhirat. berikut aawal kisahnya "kawan":


SUBAK-SUBAK NI BROSUR AL-AZHAR


Usai makan malam. selalu selesai sholat magrib kebiasan di rumahku bahkan ba'da isya , ayah menarik sebatang rokoknya dari bungkus Once,dan membakarnya di api lampu teplok buatan kakekku sebelum umakku jadi yatim. Salah satu kerajinan tangan kakekku ini sangat berjasa buat cucunya seolah turun temurun ibarat benda pusaka pertiwi,padahal Cuma terbuat dari botol M-150, kemudian kain katun buruk dimasukkannya kelobang sumbu dari tembaga odol pepsodent. Agar terlihat cantik dan menarik, supaya penerangan lampu minyak tanah ini menyebar cahayanya pada setiap sudut ruangan rumahku berlantai tanah yang di lapisi dengan tikar padi, kakek pahat seruas bambu berbentuk gelas bir, dan bawahnya sepotong balok ukuran 15 cm panjangnya,dan lebarnya 10 cm lebih kurang. kemudian di pakukkan.
Umur lampu ini lebih tua dari tannggal pernikahan ayah dan umak, karena sebelum umak beranjak dewasa lampu ini sudah tercipta, lampu ini pertama kali di temukan oleh jauhum,dialah nama kakekku dari pihak umak, meskipun tak tercatat di buku rekor dunia, maupun hak paten pusaka indonesia, sebelum negara lain mengklaimnya, kurasa lebih afdol hari ini lampu teplok yang satu ini asli MADE IN INDONESIA van Mandailing.
Lain halnya tradisi umak kalau sudah selesai makan. Biasanya Menyuruh salah satu kami mengambil parang dan pinang,
‘;’;’;’gendut_kodir_irham_bayo_hadi.... Eh .... Ma rempot sude bo.
Pas umak sadar kesilapannya. Kami pun terpingkal-pingal, padahal yang disuruh umak _aku) , akhirnya jejeran nama-nama kami ikut terseret berantakan.
Hanya gara-gara mengambil buah pinang yang mengering di bawah tempat rak piring, karna aku masih makan, antara aku dan kodir saling melontarkan pandangan. Bola mata kami berguling-guling kiri kekanan, melirik tajam dan adu bahu, saling menyuruh mengelakkan perintah umak yang merasakan lidahnya kaku ,
 bahkan bertengkar seperti pejabat negri yang saling menuduh kasus suap bin korupsi, pada saat ini hanyalah itu news tayangan tv. Masing-masing kami bela diri sendiri merebut kata :
 Au Sajo #selalu aku”.
 tapi karna ada keluhan yang sulit untuk ku ungkapkan pada ayah dan umak, kuberanjak dengan wajah seribu keriput kedapur sambil merepet.
Seratus persen aku tak yakin, kalau ayah bisa mendengarkan keluh kesahku ini, juga umak. palingan mereka terdiam dengan seribu kata membisu, sebab abangku pun dulu saat berada diposisi ini, berakhir campak kejakarta, mengadu nasib ke ibukota paling kejam sedunia itu.
Tapi malam ini, ayahku sepertinya kecapean, seharian kerjanya hanya buruh tidak tetap sama seperti umak ,sedangkan ayah hanya mencari kayu bakar untuk pesanan toke batu-bata atau kuli bangunan. kadang ada. paling tidak, sama sekali capeknya saja . begitu pula umak, yang menggarap disawah orang, Itupun kalu musim panen padi, atau mencangkul kembali. berangkat jam enam pagi, pulang setengah tujuh, artinya mulai terbit matahari. hingga terbenam kembali.
23 juni 2003 ,
Wali kelasku bapak NIJAR, S.pd mengumumkan bahwa penerimaan ijazah kelas enam tahun ini pada tanggal 23 juni 2003. Hasil dari rapat koordinasi para guru di kantor, sesuai dengan surat keputusan dinas pendidikan, yang disampaikan oleh kepala sekolah SD Negeri No.147893 jambur padang matinggi kepada pegawainya, oleh Bpk.Drs.Roy Ronggur.
Sebelum bapak nijar datang membawa pelajaran kami, biasanya kelas kami tak pernah sepi dari paduan suara ujuk kebolehan, kenapa tidak, kalu si ismail melemparkan kapur ke arah rasyid, meskipun bertubuh kecil pendek dan pintar itu ia tak diam harus membalas dengan penghapus papan tulis. Pada akhirnya jatuh kemeja si pahmi tepat di atas gambar getek yang ia rancang bercrayon merah marun. Emosinya menjadi-jadi karna merusak karya kesayangannya, melempar balek ke arah belakangnya tepat mengenai ermayani yang mengincar-incarnya. Pengen tau nggak kawan, si fahmi yang kehidupannya penuh dengan perahu, bukan saja melukisnya, membuat propertinya pun ia lihai, hanya dengan modal ranting kapas dipotong sepanjang 20cm diameternya 22cm, lalu ujung kiri kana kayu di runcingkan bentuk peraku, kemudian potong lurus bagian bawah dan atasnya datar. Selanjutnya diukir bagian atasnya sampai berbentuk perahu. bagian belakanya di lobangi sebesar lidi gunanya untuk tempat dinamo bekas. Sambungkan kipas yang terbuat dari potongan gelas air mineral bekas
 Sementara aku di atas bangku posisi pertama dari pintu kls 6B meja dua, aku sibuk sendiri melukis-lukis dan menggambar kaligrafi islam lafazd wal’asr model ikan PR ku nanti harus dibawa ke sekolah arab madrasah GUPPI sambil mendengarkan kawan kawan yang sibuk cerita kemana mereka menyambung setelah menerima ijazah nanti.
Saat ini aku tak ada harapan tak seperti temanku lainnya. Mereka sudah sibuk menceritakan kemana mereka lanjutan. Ada juga diantara mereke sekolah dengan pilihan orangtuanya tapi lebih banyak pilihan mereka sendiri, Bahkan si saddam terbang-terbang yang kami kasih julukannya itu sudah masuk testing ke musthofawiyah purba baru, pesantren terkenal sedunia itu. Pantas saja bahwa ayahnya bolak balik ke malasya naik garuda indonesia, pernah katanya pesawat tumpangan ayanya jatuh, ayahnya selamat karna terbang , bahkan paling dongeng abanya pernah telan biji duren dan tumbuh sampai berbuah hingga panen, menurutku wajarlah ia masuk pesantren agar ngak ngar lagi .
 Ada juga yang ikut keluarganya ke ibu kota jakarta. Juga ke kota lainnya, selebihnya ke SMP negri momopang. Sekolah impian banyak orang masa kini sebelum banyak sekolah seperti sekarang. Aku benar-benar mimpikan sekolah itu, yahhhh SMP mompang.
Sangat tekad niatku untuk menduduki kursi smp mompang. Apalagi mendengar nama-nama gurunya yang di singkat, sampe-sampe lekat di benakku nama ibu AS, aku tak tau siapa dan bagaimana ibu ini, aku ingin sekali mengenalnya, begitu juga sampul buku-buku pelajarannya menggiurkanku aku ingin sekali mempelajari buku kimia, biologi, fisika dan bahasa inggiris karna selama aku di esde tak pernah pelajari buku ini, namun uanglah yang mengatur.
jika aku sekolah smp mompang biaya ongkos pulang balik tiap hari dapat dimana, sedangkan minta jajan ke dekolah sama umak saja jarang dapat bukan karna umak pelit atau ayah kikir tapi seperti yang umak bilang " di ambang komu langa napature epeng au" artinya umak bukan industri duit kecuali butuh duit seperti lagu yang tenar ditahun ini oleh abanganda alam. justru itu wajib sekali bawa airmata kesekolah tiap pagi berangkat sekolah karna minta jajan, seratusss aja.
Sangat tekad niatku untuk menduduki kursi smp mompang. Apalagi mendengar nama-nama gurunya yang di singkat, sampe-sampe lekat di benakku nama ibu AS, aku tak tau siapa dan bagaimana ibu ini, aku ingin sekali mengenalnya, begitu juga sampul buku-buku pelajaran buku di sltp itu menggiurkanku. ingin sekali mempelajari buku kimia, biologi, dan fisika.serta mendalami ilmu bahasa inggris, karena pelajaran baru ini baru masuk di SD kami akhir semester 2003, beberapa bulan lagi kami sudah jadi alumni dan takkan pernah belajar bahasa inggris lagi kecuali menyambung sekolah lagi. pelajaran kami masih menghafal focabulary anggota tubuh, setelah menghafal abjad dan nama benda yang ada di kelas, pelajaran ini sangat encer dibanding pelajaran lainnya di otakku, kalau bahasa inggris akulah murid kesayangan bapak nizar.
hari ini cuaca agak mendung di langit sekolah dasar inpres jambur padang matinggi dengan nomor 147893. senam pagi tetap di laksanakan di halaman sekolah sampai bubar barisan. sebelum memasuki kelas terlebih dahulu kami baris, begitulah instruksi dari bapak nizar diperintahkannya ketua kelas kami si ridho.karena hari ini adalah hari spesial bagi kami calon alumni 2003, yaitu hari tenang. bapak nizar memasuki ruangan kelas seperti biasanya senag gembira dan menyenangkan, dialah sosok guru yang sangat kreatif bagi kami, pemberi semangat juga tegas dalam megambil keputusan, bapak ini suka dengan hal-hal yang kreatif, beliau memnga efesien sekali. meskipun beliau humoris tapi dia tetap kami segani.
bagiku hari ini memang menyenangkan. tapi hari ini ada hal yang mengganjal di dalam pikiranku setelah pulang sekolah saat bapak nizar mengumumkan "kita perpisahan dengan semua guru-guru sd inpres ke Aek sijornih, dengan ongkos Rp.4000/orang pulang balek  ditambah uang lauk Rp.1000/orang dimasak bersama di sekolah dan nasi bawa masing-masing, kemudian bawa kayu bakar dua potong/orang dan kita berangkat di hari sabtu nanti karena mulai hari ahad sampai senen depan kita libur khusus kelas enam "horeeee" bukan bersedih, malah senang mereka yang ngak tau perasaan ini. aku hanya bisa menceritakannya pada umak
"umak hari sabtu perpisahan ami, jadi pembayaran ongkos dohot gule Rp.5000"
"nagkon dohot tu aek sijorni bia langa"
umaka menawar supaya aku tidak usah ikut ke aek sijornih soalnya uang adalah permasalahan dalam keluarga, uang adalah penghambat segalanya, uang adlah nyawa, dan uang memang membuat yang penting jadi tak berguna, makanya da lagu DUIT di populerkan oleh pedangdut Alam mbh dukun.
" tapi umak wajib dohot ning bapak i sude"
" jadi idia doma ipar jolungan epengna"
"tapi idokkon bapak i se naso dohot, inda ilehen ijazah nai umak" mohonku.
"anggo songoni manaru majolo dai tu batu-bata ni alakan so adong epeng, au inda adong epengku boto, iambang komu sajo do namanuali epengi" terang uamak .
Dengan nada rendah,umak menyuruhku untuk cari kerja ke batu-bata supaya ada uang biar ikut ke aek sijornih.sementara simonang udah menangis  ngambek cuman umak bilang kalau kami berdua tidak usah ikut dulu, ia merajuk karena dia pikir uangnya di tahan umak atau dipake, uangnya memang sekali sebulan dikirim etek dari banggua, jadi dia tinggal bersama nenek dan makan bersama kami, makanya umak yang memengang uangnya. umak bilang kalau mau ikut ngak apa-apa, soalnya yang umak simpan uangnya ngak pernah dipakai untuk kebutuhan keluarga sekalipun kepepet. sementara aku harus libur dulu sekolah arab, pulang sekolah sd buka baju dan celana di dalam sarung, gantungkan di paku karatan, lalu makan pake daun ubi yang sudah di peras habis kuahnya ulah sikodir memilih ikan asin, tekstur daun ubi terlihat angker bersama kepala ikan asin yang sudah hancur, membuatku kecewa, dan ingin rasanya melempar kodir dengan tutup panci.
Berat rasanya meninggalkan pelajaran sekolah madrasah guppi, apalagi hari ini pelajaran tarekh dan akhlak bersama ibu itu dan PR nahu shorof dengan bapak. Gara-gara aek sijornih aku harus rela tinggalkan pelajaran ini. Padahal belum beberapa bulan saya masuk sekolah arab, karena IQ agak lebih encer di sekolah arab di banding SD. Jadi aku sangat semangat menggali ilmu agama mulai dari kecih hingga aku dapat rangking delapan, sementara aku masuk di semester akhir dan naik kelas dua.
Hari ini aku sudah di bangsal mamak zainuddin rambe. Dengan goni yang dilipat sebagai alas punggungku biar tak mengapa, menyusun batubata sebanyak 20 biji di atasnya kemudian digendong sampai ke pembakarannya. Menuruni jalan kiri-kanan jurang curam diantara lubang-lubang galian tanah tempat melunakkan tanah “parloncaan” kami sebut namanya. Gajinya yang tak seberapa kerjanya luar biasa sakit dan deritanya. 100 biji batu bata bayarannya masih Rp.1000 menargetkan supaya dapat ongkos ke aek sijornih harus 500 batu-bata. Betapa sakitnya Selama menggendong batu-bata penuh semangat, keringat bercucuran, seluruh tubuh berkapur, lutut gemetar, jemari hancur dikikis tajamnya pasir batu-bata kering ini. Tak tahan rasa beratnya menggendong batu-bata ini, batu itu lepas jatuh menimpa kaki, berdarah tetap kubangkit lagi, dua liter air sumur habis diminum kering dari jeriken. Haus dan panas adalah yang harus ditahan dan dipertahankan demi ongkos aek sijornih.
Dengan modal sabar, menjelang magrib saatnya istirahat “manaru”. Baru menjumpai toke. mamak zainuddin memberikan upah yang tak seberapa itu. Walaupun capek, tapi saat menerima gaji lebih dari target Rp.5000 rasanya sangat bahagia, uang yang kudapatkan hari ini tak lupa memberikan storan pada umak sekalian menyimpankan ongkosku nanti dan menyisakan sedikit jajan di SD sebab kalau tidak hari senen aku tidak pernah jajan seumur-umur. hari ini gajiku kemaren aku baru bisa membeli mie lidi goreng, rasanya bagi kami sangat enak walaupun etek umak parisah penjual jajanan sekolah SD itu merendam mie lidi cap harimau dengan air hangat semalaman, lalu menggorengnya kemudian ditambahkan bumbu cabe, garam, udang, sedikit maricca, rasanya enak. Suaranya dimulut bikin kriuk-kriuk.
Tinggal beberapa hari lagi kami beangkat, aku semakin semangat manaru batu-bata, supaya jajan di aek sijornih agak lumayan longgar. Tapi aku tak mau lagi libur sekolah arab, jika aku berhenti sekolah arab gara-gara cari uang berarti aku memang bodoh karna uang sekolah dibayar perminggunya Rp.1000 kalau tidak ada uang beras pun boleh sekaleng susu cap nona atau cap tiga sapi.
Dimadrasah juga memang sangat banyak jajanan, hamper aku tidak pernah punya uang jajan walaupun hari senen kalau bukan karna di bandari si toharuddin, tak pernah aku makan keripik sambal kuah sate, atau mungkin kalau bukan karena kami akrab dengan si aisyah aku tak dapat jeruk manis gratis yang dikasih cabe campur gula. Sebenarnya aku akrab berteman dengan siapa saja, dari kelas dua hingga kelas tiga semua akrab denganku, jadi aku tidak perlu bawa uang jajan ke sekolah arab, kalau memang si tohar tak bawa uang, istirahat habis sholat asyar kami pergi ke rumah neneknya menghabisi buah jambu atau menyicipi makan yang ada didapur neneknya yang tinggal di kilang padi, dia pun berani karena ayahnya yang mengoperasikan kilang padi dekat aek bingke itu.
Hari sabtu telah tiba
Hari yang ditunggu-tunggu, meskipun acara hari ini memasak-masak persiapan ke aek sijornih, kami tetap di wajibkan memakai seragam, acara demi acara berlangsung, ibu-ibu guru kami mempersiapkan segalanya ada yang mengiris bawang, memotong-motong ayam, mengupas kentang. Bapak guru kami memperbaiki tungku, dan sebagian mengarahkan kami untuk membuat suatu kegiatan , ada hiburan menyanyi tepuk pramuka dan sebagainya, setelah gulai siap dimasak dan disantap nantinya di aek sijornih, salah seorang guru sudah mengundang angkot carteran di hari sebelumnya, sambil menunggu angkot datang, kamipun sudah berkemas biar langsung berangkat nantinya.
Hari ini juga kami berangkat meninggalkan mata-mata adek kelas kami yang tergiur untuk ikut bareng ke sijorni, inilah rasnya jadi abang-kakak kelas, wali kelas enam masing-masing ikut dan sebagian bapak ibu guru, karna masih ada satu les mata pelajaran lagi maka guru yang tidak sempat ikut mengurus adek keas kami kelas 1 sampai 5.
Jemari tangan kami dari jendela bon terbuka ramah dan riuh, melambaikan tangan tanda kegembiraan dari gerbang SD hingga habis perbatasn simpang jambur, sejenak kami berhenti menunggu ibu eva menjemput anak bungsunya si pinayungan, bayi yang selalu jadi piket kami mengayunnya jika jam istirahat saat walikelas kami ibu eva di kelas empat tahun 2000 “tembak kariting”. Masih sampe disitu, aku yang jarang nanik mobil, apalagi bau minyak angkot BON ini, membuat perutku mual sementara mereka bergembira habis-habisan seperti cina karam kata bapak waktu mengaji malam. Tangan meteka tak habis melambaikan sampe penghujung jambur padang matinggi. Coba saja di siramram masih ada perkampungan, pasti semua habis di lambaikan mereka.
          Seperti orang paok anak-anak SD inpres ini setelah sampai ketujuan, rata-rata pada lenong semua, bapak-ibu guur kami jadi ngekeh melihat anak-anaknya pada oyong semua, hanya sebentar dikasih istirahat. yang baru pertama kali ke aek sijornih ini, mulutnya menganga seperti orang sial, melihat inilah aek sijornih itu, termasuk aku salah satunya, dan aku bertanya pada Emrina :
“onma aek sijorni I, ison ma ita maridi, natagian dope uida di batang gadis taan pado dison, manyosal au dohot”
“ indaba, indu do dabo Idaho do na I dolokan”
Aku pikir sungai batang angkola itulah aek sijornih, setelah kutanya si emrina, rupanya air yang terjun dari bukit batu kapur sana, aku sungguh kolot, ternyata aek sijornih itu benar yang di bilang si emrina air terjun terlihat indah dari daun-daun kelapa lalu jatuh ke sungai batang angkola, memang jelas beda warnanya, sungai batang angkola berwarna tanah liat, sementara aek sijornih, wahhh benar-benar seperti namanya.
Kami segerombolanpun saatnya meniti jembatan gantung aek sijornih, barang-barang bawaan di bagi ibu eva pada kami satu-satu, aku dapat bawa kerupuk dan bapak nizar membawa gulai ayam rending campur kentang itu, aromanya bikin perutku lapar, tapi di atas goyanagan jembatan gantung ini, aku jadi oyong terbalik kesana-kemari, ditambah aku takut dengan ketinggian membayangkan sungai itu mengincar nyawaku, memgang kawat pertama ke kawat lainnya seperti perjalanan seribu tahun, perasanku sudah berada di cerita “sirotolmustaqim” yang diceritakan ibu sekolah arab saat belajar juz ‘amma.
Tak mampu lagi ku menaklukkan penyeberangan ini, aku duduk diatas jembatan, teman-teman lainnya dibelakang mendesak, untung bapak nijar mengambil barang bawaanku dan memegang tanganku menyeberang di atas titian kematian ini. Sambil ketawa bapak nijar:
“hahaha,,, ala leh amang mahdian, krupuk dope obanonmu, di pangan lana so habis”  guyonan bapak nijar yang masih muda belum beruban membuat guru lain dan teman-teman ikut tertawa, setelah sampai di seberang, al-hamdulillah. Bukan saja aku yang menjerit hamper semua cewek-ceweknya menjerit, si nur azizah menangis-nagis tika kriting juga dan  lainnya. Ada juga bilang “ayamu” saat dia di cowok-cowoknya menggoyang jembatan.
Seharian kami menghabiskan waktu, ibu guru melarang kami jajan sembarangan, alih-alih ada juga yang melanggar, dipikir mereka jajan di aek sijorni tidak enak, rupanya harga yang dimaksud ibu guru. Makanya tadi sebelum seberang bapak nijar menganjurkan kami jajan dulu, nanti disana biar tidak jajan, dan mereka tidak bilang harga karena menghargai penjual yang disini. Mereka yang tidak percaya malah merasa rugi, kami beli Borobudur RP.50 mereka dibandrol Rp.100.
mandi dmenikmati sejuknya aek sijornih, dimana ada orang berfoto kami pasti perusaknya ikut-ikutan walupun kena cahaya lampu kodaknya saja. Rupanya bukan kami saja yang berlibur dan perpisahan kesini, SD dalan pun ikut juga disini mereka lebih awal 1 jam disbanding kami, kami mengenali mereka karena satu kelas di sekolah arab madrasah guppi, masing-masing kami memiliki kepuasan tersendiri, setelah menikmati makan siang dengan rending masakan cheff ‘ala guru kami, liburan pun berakhir, karna mulai senen sudah saatnya libur panjang menunggu hasil ujian LULUS/ TIDAK LULUS.
 23 juni 2003 ,
Inilah saatnya hati berdebar-debar menunggu hasil pendidikan selama 6 tahun di sekolah dasar, bagiku yang sudah delapan tahun menunggunya lebih kencang kobaran detaknya, jangan sampai aku tidak lulus meski sempat dua kali aku tidak naik kelas. Kini saatnya Wali kelasku-wali kelas kami bapak NIJAR, S.pd mengumumkan bahwa penerimaan ijazah kelas enam tahun ini tepat hari ini pada tanggal 23 juni 2003. Hasil dari rapat koordinasi para guru di kantor, sesuai dengan surat keputusan dinas pendidikan, yang disampaikan oleh kepala sekolah SD Negeri No.147893 jambur padang matinggi kepada pegawainya, oleh Bpk.Drs.Roy Ronggur. Bahwa angkatan :
“angkatan 2003, al-hamdulillah semuanya dinyatakan LULUS”
setelah itu kami, dengan hati yang bahagia karena lulus. berkumpul di belakang lapangan sekolah, mengadakan acara pemberian kado untuk semua guru-guruku tersayang yang mendidik, mengajar kami selama di SD tercinta, seluruh calon alumni berbaris rapi seperti upacara hari senen, seorang adek kelas atas nama fauzi sebagai dirjen bagi kami hari ini untuk kami iringi  membawakan lagu yang di ajarkan ibu erniati atau akrab kami sapa ibu eva  TERIMA KASIH GURU:
Dm                 C
Terima kasihku ku ucapkan
Bb               Am
Pada guruku yang tulus
Gm                         Bb
Ilmu yang berguna selalu dilimpahkan
C             Dm
Untuk bekalku nanti
Dm                 C
Setiap hariku dibimbingnya
Bb                Am
Agar tumbuhlah bakatku
Gm                        Bb
Kan ku ingat selalu nasihat guruku
C             Dm
Terima kasihku guruku
Dm                 C
Terima kasihku ku ucapkan
Bb                Am
Pada guruku yang tulus
Gm                         Bb
Ilmu yang berguna selalu dilimpahkan
C            Dm
Untuk bekalku nanti
Dm                 C
Setiap hariku dibimbingnya
Bb               Am
Agar tumbuhlah bakatku
Gm                     Bb
Kan ku ingat selalu nasihat guruku
C               Dm
Terima kasihku guruku.
Merinding rasanya bulu kuduk ini senada menitikkan airmata, ketika menyanyikan lagu ini, inilah rasanya berpisah dengan yang tiap hari kita sayangi, kadng kita sakiti hati mereka dengan kelakuan yang berbeda, inilah saatnya kita meninggalkan mereka dan meyerahkan kembali tanggung jawab pendidikan kepada orangtua masing-masing, lagu ini masuk ke alam bawa sadar seolah rohnya masuk kerelung hati, sepertinya berpisah dengan guruku tercinta laksana merenggut nyawa. Tapi apapun alasannya, jawabnya ini adalah baru awal perjuangan, bagaimanakah perjuangan selanjutnya apakah permintaanku menyambung sekolah ke SMP mompang dapat terpenuhi ayah, atau ke darul istiqomah yang pernah ayah angan-angankan aku sekolah disana sebagai balas budi direkturnya pada ayah yang pernah menyelamatkan nyawanya di tahun yang silam, atau sama sekali tidak lagi menyambung sekolah, hanya membantu umak tiap hari ke sawah, berkebun, atau merantau ke ibu kota jika ada orang yang membutuhkan berdagang. Semua ini aku harap ayah dan umak menjawab cita-citaku dimana pun sekolahnya aku rela asal jangan pengangguran, sebab pengangguran itu bagiku bukanlah orang yang tidak dapat kerja memburu dollar, tapi pengangguran yang sesungguhnya ialah orang yang tidak sekolah.
Menatap diam ayahku tak beralamat ridho kalau aku menyambung sekolah lagi, kutau cita-cita ayah tak sebatas itu untuk diriku, karna kutau rezeki si anak itu jalurnya melalui orangtua, khusus dari ayah sebagai kepala rumah tangga, bukan gk sanggup tapi kurang bernyali, ayah takut sekolahku putus ditengah jalan seperti abangku yang pertama, adakalanya trauma, lantaran semua sudah habis harta, sekolahnya berakhir di kelas lima,  umak menyesali itu saat mendengar keluh kesahku yang ingin bersungguh-sungguh menuntut ilmu kesekolah manapun.
Umak tak mau kalau aku hanya tammatan SD saja seperti pengalaman umak di tahun nostalgia ingin sekolah di tempat pendidikan islam (TPI) dalan lidang panyabungan, setidaknya lulus dari situ bisajadi Guru atau Penjahit baju  sebagai cita-cita yang lama umak tanamkan dalam hatinya, disekolah ini memiliki fasilitasnya. Pernah kata umak waktu mereka di madrasah ibtidaiyah pangkat ditesting mengenai pelajaran-pelajan agama, nilai tertinggi pun di raih umak dengan rata-rata memuaskan, gurunya bilang kalau umak pasti diterima di musthofawiyah purba baru langsung kls-2, itulah mimpi umak yang tertunda. Kata kakek umak takkan sanggup walau uang spp ditanggung gurunya, bagaimana dengan belanja. Umak mengerti dengan ekonomi yang sulit apalagi tinggal di desa terpencil yang jarang mengenal kemajuan zaman. Sedangkan sandal jepang-jepit bertahun-tahun baru telapak kaki umak seperti syurga yang dirindukan. Bertahun-tahun batu tulis umak dapat terganti setelah ludah umak hampir kering menghapus catatan pelajaran les pertama sampai ke tujuh buat catatan baru. Begitulah perjuangan umak menempuh pendidikan berjalan tanpa alas kaki dari pangkat ke pasar maga, gadis mungil ini berjalan mendaki bukit menuruni lembah dibawah semak belukar berangkat pagi kembali kerumah setelah terbenam matahari, berlari dengan rok  mengejar jejak abangnya yang jauh didepan bersama sekelompok petani kadang kala teman sekolah. Tak jarang mereka barengan karena mengejar jam pelajaran. langkah kaki umak masih pendek, nafasnya terkuras habis seperti jeriken airnya , pada jam istirahat baru sempat umak menyantap nasi hampir basi dengan sepotong ikan asin bakar dibungkus dengan daun pisang elus. Kesabaran umak dalam menuntut ilmu, mungkin saat itu hari keberuntungan umak, suatu ketika umak mendapat hadiah dari kakek, batu tulis baru setelah 5 tahun berlalu duduk di bangku SD. Seperti momen yang sama, jam yang sama, cuaca yang sama , embun-embun masih nyangkut di tor aek banir.  umak berangkat sekolah bersama kebahagiaan berbunga-bunga melati seperti pagar rumah pusaka ketika mengambil batu tulis dari haronduk pandan duri anyaman dengan beberapa potong kapur biasa di pungut umak bersama kawan-kawannya sepulang sekolah sisa-sisa kapur di bawah papan tulis waktu kebersihan sebelum pulang kerumah setelah lonceng bubar. Matahari hampir lelah, ngantuk seharian menyinari seluas dunia. Lepas genggam sapu umak langsung tancap lari mengejar orang-orang yang duluan pulang meninggalkan sekolah, setidaknya ikut gerombolan petani dibawah farmasi burung-burung kelelawar. Terlalu cepat kaki umak melangkahkan lari, ia jatuh tersungkur ketanah, batu tulis melepaskan diri dari tas kadangan, hampir retak  sedikit terkeping. Kebahagian umak berubah sedih ditengah jalan menyeramkan itu, suara kodok sahut menyahut, tangisan burung pilu, monyet-monyet menakutkan melompat dari pohon keranting pohon lain, umak tak menyaksikan anak-anak belalang berhamburan dari atas daun talas lagi seiring matahari sembunyi di balik gunung merapi. meskipun menkautkan, umak lebih takut lagi kalau nenek tau tentang batu tulis baru sudah rusak. Dikelas jauh antar pangkat dan maga tak berujung sekolah tulangku abang umak bertengkar dengan gurunya sebab tak merasa adil kalau gurunya tak hakim memutuskan suatu perkara kecil. Akhirnya tulang berantam dan berhenti sekolah di kelas 6 SD tak sabar menunggu jatuhnya bulan mengakhiri pendidikannya dengan lembaran ijazah. Disitulah umak juga berakhir tak sekolah lagi hanya duduk dibangku kls 5 SD saja.alasan umak saat kutanyak kenapa tidak lanjut sampai tammat. Karna ompung sayang sama umak tak membiarkan putrinya jalan sendiri di tengah hutan tanpa mahram.takut ompung kalau kenapa-kenapa di jalan tak ada yg bisa menolong umak jika itu muslihat manusia. Walaupun ompung sebagai kepala desa tanpa pamrih saat itu, tapi kalau sudah ancaman datang di tengah jalan orang tak tau kalau ana siapapun itu.
Aku hanya berkeras kepala tidak ingin hanya sampai di SD saja tamatanku setidaknya SMA udah cukup dan selanjutnya baru tanggung jawab diriku aku yang menanggung. Hati dan pikiranku menulis sejuta angan-angan. Bagaimanapun rasa sakitnya tinggal jauh dari orangtua tanpa belanja dan kurang mampu, aku tetap sekolah. Brosur gratis biaya itu masih terselip didalam tasku merek UD. INTISARI tulisan dibawahnya saya  masih ingat meskipun panjang seperti ini:
 Menjual pakaian Pria dan wanita, celana, kaos, baju, dll
Alamat. Panyabungan NO telp.........
 Mungkin anda berpikir kalau ayahku pemilik grosir. Padahal kawan-kawanku ngejek tasku itu plastik baju lebaran.
Dan isi brosur itu slalu ku tautkan pembicaraanku pada umak sebelum tidur,
"Mak. Sekolah di buya itukan gratis uang spp sama daftarnya"
"Ia, tapi klo makan kann tetap dari rumah, kalau kamu dagang di pesantren, kompor lagi, priuk, kuali, pakaian sekolah dan buku-bukumu kann mmebeli juga".
"Ya... Bersakit-sakitlah saya dulu mak, atau tanyakan sama buya itu apa bisa berulang kerumah untuk makan saja"
"Kalau kamu pulang balek kerumah, pelajaranmu tinggal dari teman-temanmu, berkahnyapun kurang dapat".
Mata umak mulai ngantuk dari suara menguapnya terdengar capek seharian di kebun pasir bulu, aku dan umak menanam ubi kayu dengan harapan umak kalau akau jadi sekolah di pesantren buya bagas bisa membantu keuanganku dari hasil ikatan sayur yang unak kumpul-kumpulkan seribu perak perharinya. Besok pun kami akan berangkat kepasir bulu menanam kacang tanah dan jagung lahan milik orang tepat dipinggir sungai batang gadis. Kalau saja sugai besar bisa-bisa hasil tanaman kami tak sampai panen.
Aku belum putus harapan untuk tetap sekolah dipesantren itu, meskipun SMP mompang di tolak umak mentah-mentah dan tak sudi aku menimbah ilmu disana, pilihan hanya dua yang pernah  ayah tawarkan sekolah AL-azhar atau Istiqomah  sebelum aku tamat sekolah, dan saat itupun masih kelas 5 SD, dan pada saat ini tak ada harapanku naik kelas 6 karena di kelasku jumpa lagi dengan ibu eva yang sudah dua kali aku ditinggalkannya kelas 2 dan 4, tapi aku berusaha menjadi murid kesayangannya dan menunjukkan kalau aku punya talent, tak takut lagi dengan matematika yang sempat kubuat puisinya;
"Matematika
Mate-maita
Ro ibu eva
Monjap maita
Ulang sanga
Manghormat bendera
Mulai jam pertama
Sampe mulak sikola"
Matahari pagi menyapa pintu dapur rumah kami, saat umak menumbuk daun ubi sambil menunggu santan di tungku, sikodir dari tadi berangkat kesekolah bersama suara pesawat dilangit jambur bergemuruh setelah makan nasi yang masih panas pake santan mentah dicampur garam, sie irham asyik tertawa dengan ayam dan merpatinya ia cumbui kadang orang-orang yang lewat mau kerja batu-bata ikut terkekeh melihat irham mengolok-olok ayam dengan tangannya sorlah ada berass digenggamannya membuat puluhan ayam ternaknya tertipu. Utung ternaknya tau kalau irham tak dapat melihat jadi mereka seolah anak asrama sejabat seperjuangan. Belum berkumur-kumur, masih cuci muka saja dengan secangkir air ayah membersihkan mukanya dari minyak dan timbor lampu teplok mengepul dihidungnya ayah sudah isap sebatang rokokyang dibakar pake api banggar tungku. Kadang pas baru bangun tidur seolah merokok adalah do'a bangun tidur ayah. Dan aku dari tadi pagi di repeti umak supaya menyapu rumah, melipat selimut, menyusun bantal dan menggulung tikar, habis tu ambil air kesumur orang simutiah baru cuci piring biar cepat brangkat ke kebun. Memang nasibku seperti anak tiri saja, kalau kerja lebih banyak jobku, masalah makanan bagianku lebih sedikit, dan tak pernah disanjung, bahkan pernah umak bilang kalau ada yang beli aku dijual saja. Saat itu umak emosi karena aku lupa kerja akibat asyik bermain dengan kawan-kawan di halaman umbah-umbah, main bola loncat dari asyar sampai habis azan magrib.
Rupanya secara diam-diam ayah punya hadiah untukku, sebuah cerita yang tak sabar ingin ku dengarkan. Tapi sebelumnya ayah tanyak padaku setelah selesai makan malam usai solat magrib tepat malam senen kami libur mengaji dirumah bapak ibrahim.
" Jadi botul do raho sikola di pesantren ni buya i"
" ra mantong ayah, au doma naso sikola, dongan-donganku sude madung manyambungi"
" nangkin kebetulan pasuo dohot buya saukani, jadi idokkon ayah naporan roamu sikola di pesantren buyai, jadi idokkon ayah na payahan doba ngot manyogot i, katapel songoni pondok nai,"
" Hehhee, ma deges i uda, insya Allah lalu ia dei asal sabar ia ro doi raskina, oban uda ma ancogot soudokon di buya bagas"
Buya SK meyakinkan ayah dan mendukung minatku, setelah mendengar cerita itu, aku tak sabar ingin menceritakannya pada teman-teman setamatan, rasanya mau meloncat tinggi sangkin riangnya, tapi aku bisa menyembunyikan senyumanku di dalam selimut putih karung tepung yang umak jahit empat karung menjadi satu, mampu menutupi seluruh anggota tubuhku mulai dari ujung rambut hingga ujung induk kakiku yg sudah tukkol. Rasya syukur ini menjulang tinggi, rupanya lirik-lirikan bola mataku tadi kepesantren pas jalan kekebun pasir bulu itu sebagai pertandanya, kalau Al-azhar Memanggil Cita-citaku. Kenapa aku belum mengerti, setelah ayah menuntaskan cerita hadiah itu, akhirnya aku jatuh cinta pada Al-azhar.


logo al-azhar

Tidak ada komentar: