Judul Buku : Al-Azhar Jambur Memanggil Cita-Citaku
Karya : Mahdian Tamin Rangkuti,S.Pd
Alumni : 2010
Hal terindah bagiku adalah hidup di pesantren al-azhar. hidup di dalam gubuk sederhana yang kami sebut pondok. lain dengan fatayat (putri) ber asrama, fokir (putra)juga ada. semua serba sendiri, yang rame hanya di kelas dan di musholla saja selebihnya kalu ngumpul bareng bin kombur, momen terindah sangat banyak yang ingin kuceritakan selama tujuh tahun di dunia pesantren al-azhar, persahabatan, kenakalan, sedih, tawa dan air mata. pesantren gratis ini akulah salah satu peminat besar menimbah ilmu dunia akhirat. berikut aawal kisahnya "kawan":
SUBAK-SUBAK NI BROSUR AL-AZHAR
Usai
makan malam. selalu selesai sholat magrib kebiasan di rumahku bahkan
ba'da isya , ayah menarik sebatang rokoknya dari bungkus Once,dan
membakarnya di api lampu teplok buatan kakekku sebelum umakku jadi
yatim. Salah satu kerajinan tangan kakekku ini sangat berjasa buat
cucunya seolah turun temurun ibarat benda pusaka pertiwi,padahal Cuma
terbuat dari botol M-150, kemudian kain katun buruk dimasukkannya
kelobang sumbu dari tembaga odol pepsodent. Agar terlihat cantik dan
menarik, supaya penerangan lampu minyak tanah ini menyebar cahayanya
pada setiap sudut ruangan rumahku berlantai tanah yang di lapisi dengan
tikar padi, kakek pahat seruas bambu berbentuk gelas bir, dan
bawahnya sepotong balok ukuran 15 cm panjangnya,dan lebarnya 10 cm lebih
kurang. kemudian di pakukkan.
Umur lampu ini lebih tua dari
tannggal pernikahan ayah dan umak, karena sebelum umak beranjak dewasa
lampu ini sudah tercipta, lampu ini pertama kali di temukan oleh
jauhum,dialah nama kakekku dari pihak umak, meskipun tak tercatat di
buku rekor dunia, maupun hak paten pusaka indonesia, sebelum negara
lain mengklaimnya, kurasa lebih afdol hari ini lampu teplok yang satu
ini asli MADE IN INDONESIA van Mandailing.
Lain halnya tradisi umak kalau sudah selesai makan. Biasanya Menyuruh salah satu kami mengambil parang dan pinang,
‘;’;’;’gendut_kodir_irham_bayo_hadi.... Eh .... Ma rempot sude bo.
Pas
umak sadar kesilapannya. Kami pun terpingkal-pingal, padahal yang
disuruh umak _aku) , akhirnya jejeran nama-nama kami ikut terseret
berantakan.
Hanya gara-gara mengambil buah pinang yang mengering
di bawah tempat rak piring, karna aku masih makan, antara aku dan kodir
saling melontarkan pandangan. Bola mata kami berguling-guling kiri
kekanan, melirik tajam dan adu bahu, saling menyuruh mengelakkan
perintah umak yang merasakan lidahnya kaku ,
bahkan
bertengkar seperti pejabat negri yang saling menuduh kasus suap bin
korupsi, pada saat ini hanyalah itu news tayangan tv. Masing-masing kami
bela diri sendiri merebut kata :
Au Sajo #selalu aku”.
tapi
karna ada keluhan yang sulit untuk ku ungkapkan pada ayah dan umak,
kuberanjak dengan wajah seribu keriput kedapur sambil merepet.
Seratus
persen aku tak yakin, kalau ayah bisa mendengarkan keluh kesahku ini,
juga umak. palingan mereka terdiam dengan seribu kata membisu, sebab
abangku pun dulu saat berada diposisi ini, berakhir campak kejakarta,
mengadu nasib ke ibukota paling kejam sedunia itu.
Tapi malam ini,
ayahku sepertinya kecapean, seharian kerjanya hanya buruh tidak tetap
sama seperti umak ,sedangkan ayah hanya mencari kayu bakar untuk pesanan
toke batu-bata atau kuli bangunan. kadang ada. paling tidak, sama
sekali capeknya saja . begitu pula umak, yang menggarap disawah orang,
Itupun kalu musim panen padi, atau mencangkul kembali. berangkat jam
enam pagi, pulang setengah tujuh, artinya mulai terbit matahari. hingga
terbenam kembali.
23 juni 2003 ,
Wali kelasku bapak NIJAR,
S.pd mengumumkan bahwa penerimaan ijazah kelas enam tahun ini pada
tanggal 23 juni 2003. Hasil dari rapat koordinasi para guru di kantor,
sesuai dengan surat keputusan dinas pendidikan, yang disampaikan oleh
kepala sekolah SD Negeri No.147893 jambur padang matinggi kepada pegawainya, oleh Bpk.Drs.Roy Ronggur.
Sebelum
bapak nijar datang membawa pelajaran kami, biasanya kelas kami tak
pernah sepi dari paduan suara ujuk kebolehan, kenapa tidak, kalu si
ismail melemparkan kapur ke arah rasyid, meskipun bertubuh kecil pendek
dan pintar itu ia tak diam harus membalas dengan penghapus papan tulis.
Pada akhirnya jatuh kemeja si pahmi tepat di atas gambar getek yang ia
rancang bercrayon merah marun. Emosinya menjadi-jadi karna merusak karya
kesayangannya, melempar balek ke arah belakangnya tepat mengenai
ermayani yang mengincar-incarnya. Pengen tau nggak kawan, si fahmi yang
kehidupannya penuh dengan perahu, bukan saja melukisnya, membuat
propertinya pun ia lihai, hanya dengan modal ranting kapas dipotong
sepanjang 20cm diameternya 22cm, lalu ujung kiri kana kayu di runcingkan
bentuk peraku, kemudian potong lurus bagian bawah dan atasnya datar.
Selanjutnya diukir bagian atasnya sampai berbentuk perahu. bagian
belakanya di lobangi sebesar lidi gunanya untuk tempat dinamo bekas.
Sambungkan kipas yang terbuat dari potongan gelas air mineral bekas
Sementara
aku di atas bangku posisi pertama dari pintu kls 6B meja dua, aku sibuk
sendiri melukis-lukis dan menggambar kaligrafi islam lafazd wal’asr
model ikan PR ku nanti harus dibawa ke sekolah arab madrasah GUPPI
sambil mendengarkan kawan kawan yang sibuk cerita kemana mereka
menyambung setelah menerima ijazah nanti.
Saat ini aku tak ada
harapan tak seperti temanku lainnya. Mereka sudah sibuk menceritakan
kemana mereka lanjutan. Ada juga diantara mereke sekolah dengan pilihan
orangtuanya tapi lebih banyak pilihan mereka sendiri, Bahkan si saddam
terbang-terbang yang kami kasih julukannya itu sudah masuk testing ke
musthofawiyah purba baru, pesantren terkenal sedunia itu. Pantas saja
bahwa ayahnya bolak balik ke malasya naik garuda indonesia, pernah
katanya pesawat tumpangan ayanya jatuh, ayahnya selamat karna terbang ,
bahkan paling dongeng abanya pernah telan biji duren dan tumbuh sampai
berbuah hingga panen, menurutku wajarlah ia masuk pesantren agar ngak
ngar lagi .
Ada juga yang ikut keluarganya ke ibu kota
jakarta. Juga ke kota lainnya, selebihnya ke SMP negri momopang.
Sekolah impian banyak orang masa kini sebelum banyak sekolah seperti
sekarang. Aku benar-benar mimpikan sekolah itu, yahhhh SMP mompang.
Sangat
tekad niatku untuk menduduki kursi smp mompang. Apalagi mendengar
nama-nama gurunya yang di singkat, sampe-sampe lekat di benakku nama ibu
AS, aku tak tau siapa dan bagaimana ibu ini, aku ingin sekali
mengenalnya, begitu juga sampul buku-buku pelajarannya menggiurkanku aku
ingin sekali mempelajari buku kimia, biologi, fisika dan bahasa
inggiris karna selama aku di esde tak pernah pelajari buku ini, namun
uanglah yang mengatur.
jika aku sekolah smp mompang
biaya ongkos pulang balik tiap hari dapat dimana, sedangkan minta jajan
ke dekolah sama umak saja jarang dapat bukan karna umak pelit atau ayah
kikir tapi seperti yang umak bilang " di ambang komu langa napature
epeng au" artinya umak bukan industri duit kecuali butuh duit seperti
lagu yang tenar ditahun ini oleh abanganda alam. justru itu wajib sekali
bawa airmata kesekolah tiap pagi berangkat sekolah karna minta jajan,
seratusss aja.
Sangat tekad niatku untuk menduduki
kursi smp mompang. Apalagi mendengar nama-nama gurunya yang di singkat,
sampe-sampe lekat di benakku nama ibu AS, aku tak tau siapa dan bagaimana ibu
ini, aku ingin sekali mengenalnya, begitu juga sampul buku-buku pelajaran buku
di sltp itu menggiurkanku. ingin sekali mempelajari buku kimia, biologi, dan
fisika.serta mendalami ilmu bahasa inggris, karena pelajaran baru ini baru masuk di SD
kami akhir semester 2003, beberapa bulan
lagi kami sudah jadi alumni dan
takkan pernah belajar bahasa inggris lagi kecuali menyambung sekolah lagi. pelajaran
kami masih menghafal focabulary anggota tubuh, setelah menghafal abjad dan nama benda yang ada di kelas, pelajaran ini
sangat encer dibanding pelajaran lainnya di otakku, kalau bahasa inggris akulah murid
kesayangan bapak nizar.
hari ini cuaca agak mendung di langit
sekolah dasar inpres jambur padang matinggi dengan nomor 147893. senam pagi
tetap di laksanakan di halaman sekolah sampai bubar barisan. sebelum memasuki
kelas terlebih dahulu kami baris, begitulah instruksi dari bapak nizar
diperintahkannya ketua kelas kami si ridho.karena hari ini adalah hari spesial
bagi kami calon alumni 2003, yaitu hari tenang. bapak nizar memasuki ruangan
kelas seperti biasanya senag gembira dan menyenangkan, dialah sosok guru yang
sangat kreatif bagi kami, pemberi semangat juga tegas dalam megambil keputusan,
bapak ini suka dengan hal-hal yang kreatif, beliau memnga efesien sekali. meskipun beliau
humoris tapi dia tetap kami segani.
bagiku hari ini memang
menyenangkan. tapi hari ini ada hal yang mengganjal di dalam pikiranku setelah
pulang sekolah saat bapak nizar mengumumkan "kita perpisahan dengan semua
guru-guru sd inpres ke Aek sijornih, dengan ongkos Rp.4000/orang pulang
balek ditambah uang lauk Rp.1000/orang dimasak bersama di sekolah dan
nasi bawa masing-masing, kemudian bawa kayu bakar dua potong/orang dan kita
berangkat di hari sabtu nanti karena mulai hari ahad sampai senen depan kita
libur khusus kelas enam "horeeee" bukan bersedih, malah senang mereka
yang ngak tau perasaan ini. aku hanya bisa menceritakannya pada umak
"umak hari sabtu perpisahan ami,
jadi pembayaran ongkos dohot gule Rp.5000"
"nagkon dohot tu aek sijorni bia
langa"
umaka menawar supaya aku tidak usah
ikut ke aek sijornih soalnya uang adalah permasalahan dalam keluarga, uang
adalah penghambat segalanya, uang adlah nyawa, dan uang memang membuat yang
penting jadi tak berguna, makanya da lagu DUIT di populerkan oleh pedangdut
Alam mbh dukun.
" tapi umak wajib dohot ning bapak
i sude"
" jadi idia doma ipar jolungan
epengna"
"tapi idokkon bapak i se naso
dohot, inda ilehen ijazah nai umak" mohonku.
"anggo songoni manaru majolo dai
tu batu-bata ni alakan so adong epeng, au inda adong epengku boto, iambang komu
sajo do namanuali epengi" terang uamak .
Dengan nada rendah,umak menyuruhku untuk cari kerja ke batu-bata supaya ada
uang biar ikut ke aek sijornih.sementara simonang udah menangis ngambek
cuman umak bilang kalau kami berdua tidak usah ikut dulu, ia merajuk karena dia
pikir uangnya di tahan umak atau dipake, uangnya memang sekali sebulan dikirim
etek dari banggua, jadi dia tinggal bersama nenek dan makan bersama kami,
makanya umak yang memengang uangnya. umak bilang kalau mau ikut ngak apa-apa,
soalnya yang umak simpan uangnya ngak pernah dipakai untuk kebutuhan keluarga
sekalipun kepepet. sementara aku harus libur dulu sekolah arab, pulang sekolah
sd buka baju dan celana di dalam sarung, gantungkan di paku karatan, lalu makan
pake daun ubi yang sudah di peras habis kuahnya ulah sikodir memilih ikan asin,
tekstur daun ubi terlihat angker bersama kepala ikan asin yang sudah hancur,
membuatku kecewa, dan ingin rasanya melempar kodir dengan tutup panci.
Berat rasanya meninggalkan pelajaran
sekolah madrasah guppi, apalagi hari ini pelajaran tarekh dan akhlak bersama
ibu itu dan PR nahu shorof dengan bapak. Gara-gara aek sijornih aku harus rela
tinggalkan pelajaran ini. Padahal belum beberapa bulan saya masuk sekolah arab,
karena IQ agak lebih encer di sekolah arab di banding SD. Jadi aku sangat
semangat menggali ilmu agama mulai dari kecih hingga aku dapat rangking
delapan, sementara aku masuk di semester akhir dan naik kelas dua.
Hari ini aku sudah di bangsal mamak
zainuddin rambe. Dengan goni yang dilipat sebagai alas punggungku biar tak
mengapa, menyusun batubata sebanyak 20 biji di atasnya kemudian digendong
sampai ke pembakarannya. Menuruni jalan kiri-kanan jurang curam diantara
lubang-lubang galian tanah tempat melunakkan tanah “parloncaan” kami sebut
namanya. Gajinya yang tak seberapa kerjanya luar biasa sakit dan deritanya. 100
biji batu bata bayarannya masih Rp.1000 menargetkan supaya dapat ongkos ke aek
sijornih harus 500 batu-bata. Betapa sakitnya Selama menggendong batu-bata
penuh semangat, keringat bercucuran, seluruh tubuh berkapur, lutut gemetar,
jemari hancur dikikis tajamnya pasir batu-bata kering ini. Tak tahan rasa
beratnya menggendong batu-bata ini, batu itu lepas jatuh menimpa kaki, berdarah
tetap kubangkit lagi, dua liter air sumur habis diminum kering dari jeriken.
Haus dan panas adalah yang harus ditahan dan dipertahankan demi ongkos aek
sijornih.
Dengan modal sabar, menjelang magrib
saatnya istirahat “manaru”. Baru menjumpai toke. mamak zainuddin memberikan
upah yang tak seberapa itu. Walaupun capek, tapi saat menerima gaji lebih dari
target Rp.5000 rasanya sangat bahagia, uang yang kudapatkan hari ini tak lupa
memberikan storan pada umak sekalian menyimpankan ongkosku nanti dan menyisakan
sedikit jajan di SD sebab kalau tidak hari senen aku tidak pernah jajan
seumur-umur. hari ini gajiku kemaren aku baru bisa membeli mie lidi goreng,
rasanya bagi kami sangat enak walaupun etek umak parisah penjual jajanan
sekolah SD itu merendam mie lidi cap harimau dengan air hangat semalaman, lalu
menggorengnya kemudian ditambahkan bumbu cabe, garam, udang, sedikit maricca,
rasanya enak. Suaranya dimulut bikin kriuk-kriuk.
Tinggal beberapa hari lagi kami
beangkat, aku semakin semangat manaru batu-bata, supaya jajan di aek sijornih
agak lumayan longgar. Tapi aku tak mau lagi libur sekolah arab, jika aku
berhenti sekolah arab gara-gara cari uang berarti aku memang bodoh karna uang
sekolah dibayar perminggunya Rp.1000 kalau tidak ada uang beras pun boleh
sekaleng susu cap nona atau cap tiga sapi.
Dimadrasah juga memang sangat banyak
jajanan, hamper aku tidak pernah punya uang jajan walaupun hari senen kalau
bukan karna di bandari si toharuddin, tak pernah aku makan keripik sambal kuah
sate, atau mungkin kalau bukan karena kami akrab dengan si aisyah aku tak dapat
jeruk manis gratis yang dikasih cabe campur gula. Sebenarnya aku akrab berteman
dengan siapa saja, dari kelas dua hingga kelas tiga semua akrab denganku, jadi
aku tidak perlu bawa uang jajan ke sekolah arab, kalau memang si tohar tak bawa
uang, istirahat habis sholat asyar kami pergi ke rumah neneknya menghabisi buah
jambu atau menyicipi makan yang ada didapur neneknya yang tinggal di kilang
padi, dia pun berani karena ayahnya yang mengoperasikan kilang padi dekat aek
bingke itu.
Hari sabtu telah tiba
Hari yang ditunggu-tunggu, meskipun
acara hari ini memasak-masak persiapan ke aek sijornih, kami tetap di wajibkan
memakai seragam, acara demi acara berlangsung, ibu-ibu guru kami mempersiapkan
segalanya ada yang mengiris bawang, memotong-motong ayam, mengupas kentang. Bapak
guru kami memperbaiki tungku, dan sebagian mengarahkan kami untuk membuat suatu
kegiatan , ada hiburan menyanyi tepuk pramuka dan sebagainya, setelah gulai
siap dimasak dan disantap nantinya di aek sijornih, salah seorang guru sudah
mengundang angkot carteran di hari sebelumnya, sambil menunggu angkot datang,
kamipun sudah berkemas biar langsung berangkat nantinya.
Hari ini juga kami berangkat
meninggalkan mata-mata adek kelas kami yang tergiur untuk ikut bareng ke
sijorni, inilah rasnya jadi abang-kakak kelas, wali kelas enam masing-masing
ikut dan sebagian bapak ibu guru, karna masih ada satu les mata pelajaran lagi
maka guru yang tidak sempat ikut mengurus adek keas kami kelas 1 sampai 5.
Jemari tangan kami dari jendela bon
terbuka ramah dan riuh, melambaikan tangan tanda kegembiraan dari gerbang SD
hingga habis perbatasn simpang jambur, sejenak kami berhenti menunggu ibu eva
menjemput anak bungsunya si pinayungan, bayi yang selalu jadi piket kami
mengayunnya jika jam istirahat saat walikelas kami ibu eva di kelas empat tahun
2000 “tembak kariting”. Masih sampe disitu, aku yang jarang nanik mobil,
apalagi bau minyak angkot BON ini, membuat perutku mual sementara mereka
bergembira habis-habisan seperti cina karam kata bapak waktu mengaji malam. Tangan
meteka tak habis melambaikan sampe penghujung jambur padang matinggi. Coba saja
di siramram masih ada perkampungan, pasti semua habis di lambaikan mereka.
Seperti
orang paok anak-anak SD inpres ini setelah sampai ketujuan, rata-rata pada
lenong semua, bapak-ibu guur kami jadi ngekeh melihat anak-anaknya pada oyong
semua, hanya sebentar dikasih istirahat. yang baru pertama kali ke aek sijornih
ini, mulutnya menganga seperti orang sial, melihat inilah aek sijornih itu,
termasuk aku salah satunya, dan aku bertanya pada Emrina :
“onma aek sijorni I, ison ma ita
maridi, natagian dope uida di batang gadis taan pado dison, manyosal au dohot”
“ indaba, indu do dabo Idaho do na I
dolokan”
Aku pikir sungai batang angkola itulah
aek sijornih, setelah kutanya si emrina, rupanya air yang terjun dari bukit
batu kapur sana, aku sungguh kolot, ternyata aek sijornih itu benar yang di
bilang si emrina air terjun terlihat indah dari daun-daun kelapa lalu jatuh ke
sungai batang angkola, memang jelas beda warnanya, sungai batang angkola
berwarna tanah liat, sementara aek sijornih, wahhh benar-benar seperti namanya.
Kami segerombolanpun saatnya meniti
jembatan gantung aek sijornih, barang-barang bawaan di bagi ibu eva pada kami
satu-satu, aku dapat bawa kerupuk dan bapak nizar membawa gulai ayam rending
campur kentang itu, aromanya bikin perutku lapar, tapi di atas goyanagan
jembatan gantung ini, aku jadi oyong terbalik kesana-kemari, ditambah aku takut
dengan ketinggian membayangkan sungai itu mengincar nyawaku, memgang kawat
pertama ke kawat lainnya seperti perjalanan seribu tahun, perasanku sudah
berada di cerita “sirotolmustaqim” yang diceritakan ibu sekolah arab saat
belajar juz ‘amma.
Tak mampu lagi ku menaklukkan
penyeberangan ini, aku duduk diatas jembatan, teman-teman lainnya dibelakang
mendesak, untung bapak nijar mengambil barang bawaanku dan memegang tanganku
menyeberang di atas titian kematian ini. Sambil ketawa bapak nijar:
“hahaha,,, ala leh amang mahdian,
krupuk dope obanonmu, di pangan lana so habis”
guyonan bapak nijar yang masih muda belum beruban membuat guru lain dan
teman-teman ikut tertawa, setelah sampai di seberang, al-hamdulillah. Bukan
saja aku yang menjerit hamper semua cewek-ceweknya menjerit, si nur azizah
menangis-nagis tika kriting juga dan
lainnya. Ada juga bilang “ayamu” saat dia di cowok-cowoknya menggoyang
jembatan.
Seharian kami menghabiskan waktu, ibu
guru melarang kami jajan sembarangan, alih-alih ada juga yang melanggar,
dipikir mereka jajan di aek sijorni tidak enak, rupanya harga yang dimaksud ibu
guru. Makanya tadi sebelum seberang bapak nijar menganjurkan kami jajan dulu,
nanti disana biar tidak jajan, dan mereka tidak bilang harga karena menghargai
penjual yang disini. Mereka yang tidak percaya malah merasa rugi, kami beli
Borobudur RP.50 mereka dibandrol Rp.100.
mandi dmenikmati sejuknya aek
sijornih, dimana ada orang berfoto kami pasti perusaknya ikut-ikutan walupun
kena cahaya lampu kodaknya saja. Rupanya bukan kami saja yang berlibur dan
perpisahan kesini, SD dalan pun ikut juga disini mereka lebih awal 1 jam
disbanding kami, kami mengenali mereka karena satu kelas di sekolah arab
madrasah guppi, masing-masing kami memiliki kepuasan tersendiri, setelah
menikmati makan siang dengan rending masakan cheff ‘ala guru kami, liburan pun berakhir,
karna mulai senen sudah saatnya libur panjang menunggu hasil ujian LULUS/ TIDAK
LULUS.
23 juni 2003 ,
Inilah saatnya hati berdebar-debar menunggu hasil pendidikan
selama 6 tahun di sekolah dasar, bagiku yang sudah delapan tahun menunggunya
lebih kencang kobaran detaknya, jangan sampai aku tidak lulus meski sempat dua
kali aku tidak naik kelas. Kini saatnya Wali kelasku-wali kelas kami bapak
NIJAR, S.pd mengumumkan bahwa penerimaan ijazah kelas enam tahun ini tepat hari
ini pada tanggal 23 juni 2003. Hasil dari rapat koordinasi para guru di kantor,
sesuai dengan surat keputusan dinas pendidikan, yang disampaikan oleh kepala
sekolah SD Negeri No.147893 jambur padang matinggi kepada pegawainya, oleh
Bpk.Drs.Roy Ronggur. Bahwa angkatan :
“angkatan 2003, al-hamdulillah semuanya dinyatakan LULUS”
setelah itu kami, dengan hati yang bahagia karena lulus. berkumpul di belakang lapangan sekolah, mengadakan
acara pemberian kado untuk semua guru-guruku tersayang yang mendidik, mengajar
kami selama di SD tercinta, seluruh calon alumni berbaris rapi seperti upacara
hari senen, seorang adek kelas atas nama fauzi sebagai dirjen bagi kami hari
ini untuk kami iringi membawakan lagu yang di ajarkan ibu erniati atau akrab kami sapa ibu eva TERIMA KASIH GURU:
Dm
C
Terima kasihku ku ucapkan
Bb
Am
Pada guruku yang tulus
Gm
Bb
Ilmu yang berguna selalu dilimpahkan
C Dm
Untuk bekalku nanti
Dm
C
Setiap hariku dibimbingnya
Bb
Am
Agar tumbuhlah bakatku
Gm
Bb
Kan ku ingat selalu nasihat guruku
C Dm
Terima kasihku guruku
Dm
C
Terima kasihku ku ucapkan
Bb
Am
Pada guruku yang tulus
Gm
Bb
Ilmu yang berguna selalu dilimpahkan
C Dm
Untuk bekalku nanti
Dm
C
Setiap hariku dibimbingnya
Bb
Am
Agar tumbuhlah bakatku
Gm
Bb
Kan ku ingat selalu nasihat guruku
C
Dm
Terima kasihku guruku.
Merinding
rasanya bulu kuduk ini
senada menitikkan airmata, ketika menyanyikan lagu ini, inilah rasanya
berpisah dengan yang tiap hari kita sayangi, kadng kita sakiti hati
mereka dengan kelakuan yang berbeda, inilah saatnya kita meninggalkan
mereka dan meyerahkan kembali tanggung jawab pendidikan kepada orangtua
masing-masing, lagu ini masuk ke alam bawa sadar seolah rohnya masuk
kerelung hati, sepertinya berpisah dengan guruku tercinta laksana
merenggut
nyawa. Tapi apapun alasannya, jawabnya ini adalah baru awal perjuangan,
bagaimanakah perjuangan selanjutnya apakah permintaanku menyambung
sekolah ke
SMP mompang dapat terpenuhi ayah, atau ke darul istiqomah yang pernah
ayah
angan-angankan aku sekolah disana sebagai balas budi direkturnya pada
ayah yang pernah menyelamatkan nyawanya di tahun yang silam, atau sama
sekali tidak lagi menyambung
sekolah, hanya membantu umak tiap hari ke sawah, berkebun, atau merantau
ke
ibu kota jika ada orang yang membutuhkan berdagang. Semua ini aku harap
ayah
dan umak menjawab cita-citaku dimana pun sekolahnya aku rela asal jangan
pengangguran, sebab pengangguran itu bagiku bukanlah orang yang tidak
dapat
kerja memburu dollar, tapi pengangguran yang sesungguhnya ialah orang
yang
tidak sekolah.
Menatap
diam
ayahku tak beralamat ridho kalau aku menyambung sekolah lagi, kutau cita-cita
ayah tak sebatas itu untuk diriku, karna kutau rezeki si anak itu jalurnya
melalui orangtua, khusus dari ayah sebagai kepala rumah tangga, bukan gk
sanggup tapi kurang bernyali, ayah takut sekolahku putus ditengah jalan seperti
abangku yang pertama, adakalanya trauma, lantaran semua sudah habis harta,
sekolahnya berakhir di kelas lima, umak
menyesali itu saat mendengar keluh kesahku yang ingin
bersungguh-sungguh menuntut ilmu kesekolah manapun.
Umak tak mau kalau
aku hanya tammatan SD saja seperti pengalaman umak di tahun nostalgia ingin
sekolah di tempat pendidikan islam (TPI) dalan lidang panyabungan, setidaknya
lulus dari situ bisajadi Guru atau Penjahit baju sebagai
cita-cita yang lama umak tanamkan dalam hatinya, disekolah ini
memiliki fasilitasnya. Pernah kata umak waktu mereka di madrasah ibtidaiyah
pangkat ditesting mengenai pelajaran-pelajan agama, nilai tertinggi pun di raih
umak dengan rata-rata memuaskan, gurunya bilang kalau umak pasti diterima di
musthofawiyah purba baru langsung kls-2,
itulah mimpi umak yang tertunda. Kata kakek umak takkan sanggup walau uang spp
ditanggung gurunya, bagaimana dengan belanja. Umak mengerti dengan ekonomi yang
sulit apalagi tinggal di desa terpencil yang jarang mengenal kemajuan zaman.
Sedangkan sandal jepang-jepit bertahun-tahun baru telapak kaki umak seperti
syurga yang dirindukan. Bertahun-tahun batu tulis umak dapat terganti setelah
ludah umak hampir kering menghapus catatan pelajaran les
pertama
sampai ke tujuh buat catatan baru. Begitulah perjuangan
umak menempuh pendidikan berjalan tanpa alas kaki dari pangkat ke pasar maga,
gadis mungil ini berjalan mendaki bukit menuruni lembah dibawah semak belukar
berangkat pagi kembali kerumah setelah terbenam matahari, berlari dengan
rok mengejar jejak abangnya yang jauh
didepan bersama sekelompok petani kadang kala teman sekolah. Tak jarang mereka
barengan karena mengejar jam pelajaran. langkah kaki umak masih pendek,
nafasnya terkuras habis seperti jeriken airnya , pada jam istirahat baru sempat
umak menyantap nasi hampir basi dengan sepotong ikan asin bakar dibungkus
dengan daun pisang elus. Kesabaran umak dalam menuntut ilmu, mungkin saat itu
hari keberuntungan umak, suatu ketika umak mendapat hadiah
dari kakek, batu tulis baru setelah 5 tahun berlalu duduk di bangku SD. Seperti momen yang sama, jam yang sama, cuaca
yang sama , embun-embun masih
nyangkut di tor aek banir. umak berangkat
sekolah bersama kebahagiaan berbunga-bunga melati
seperti pagar rumah pusaka ketika mengambil batu tulis dari haronduk pandan
duri anyaman dengan beberapa potong kapur biasa di pungut umak bersama kawan-kawannya sepulang sekolah sisa-sisa kapur di bawah
papan tulis waktu kebersihan sebelum pulang kerumah setelah lonceng bubar.
Matahari hampir lelah, ngantuk seharian menyinari seluas dunia. Lepas genggam
sapu umak langsung tancap lari mengejar orang-orang yang duluan pulang
meninggalkan sekolah, setidaknya ikut gerombolan petani dibawah farmasi
burung-burung kelelawar. Terlalu cepat kaki umak melangkahkan lari, ia jatuh
tersungkur ketanah, batu tulis melepaskan diri dari tas kadangan, hampir
retak sedikit terkeping. Kebahagian umak
berubah sedih ditengah jalan menyeramkan itu, suara kodok sahut menyahut,
tangisan burung pilu, monyet-monyet menakutkan melompat dari pohon keranting
pohon lain, umak tak menyaksikan anak-anak belalang berhamburan dari atas daun
talas lagi seiring matahari sembunyi di balik gunung merapi. meskipun
menkautkan, umak lebih takut lagi kalau nenek tau tentang batu tulis baru sudah rusak. Dikelas jauh antar pangkat
dan maga tak berujung sekolah tulangku abang umak bertengkar dengan gurunya
sebab tak merasa adil kalau gurunya tak hakim memutuskan suatu perkara kecil.
Akhirnya tulang berantam dan berhenti sekolah di kelas 6 SD tak sabar menunggu
jatuhnya bulan mengakhiri pendidikannya dengan lembaran ijazah. Disitulah umak
juga berakhir tak sekolah lagi hanya duduk dibangku kls 5 SD saja.alasan umak
saat kutanyak kenapa tidak lanjut sampai tammat. Karna ompung sayang sama umak
tak membiarkan putrinya jalan sendiri di tengah hutan tanpa mahram.takut ompung
kalau kenapa-kenapa di jalan tak ada yg bisa menolong umak jika itu muslihat manusia.
Walaupun ompung sebagai kepala desa tanpa pamrih saat itu, tapi kalau sudah
ancaman datang di tengah jalan orang tak tau kalau ana siapapun itu.
Aku hanya berkeras kepala tidak ingin hanya sampai di SD saja tamatanku
setidaknya SMA udah cukup dan selanjutnya baru tanggung jawab diriku aku yang
menanggung. Hati dan pikiranku menulis sejuta angan-angan. Bagaimanapun rasa
sakitnya tinggal jauh dari orangtua tanpa belanja dan kurang mampu, aku tetap
sekolah. Brosur gratis biaya itu masih terselip didalam tasku merek UD.
INTISARI tulisan dibawahnya saya masih
ingat meskipun panjang seperti ini:
Menjual pakaian Pria dan wanita,
celana, kaos, baju, dll
Alamat. Panyabungan NO telp.........
Mungkin anda berpikir kalau ayahku
pemilik grosir. Padahal kawan-kawanku ngejek tasku itu plastik baju lebaran.
Dan isi brosur itu slalu ku tautkan pembicaraanku pada umak sebelum tidur,
"Mak. Sekolah di buya itukan gratis uang spp sama daftarnya"
"Ia, tapi klo makan kann tetap dari rumah, kalau kamu dagang di
pesantren, kompor lagi, priuk, kuali, pakaian sekolah dan buku-bukumu kann
mmebeli juga".
"Ya... Bersakit-sakitlah saya dulu mak, atau tanyakan sama buya itu
apa bisa berulang kerumah untuk makan saja"
"Kalau kamu pulang balek kerumah, pelajaranmu tinggal dari teman-temanmu,
berkahnyapun kurang dapat".
Mata umak mulai ngantuk dari suara menguapnya terdengar capek seharian di
kebun pasir bulu, aku dan umak menanam ubi kayu dengan harapan umak kalau akau
jadi sekolah di pesantren buya bagas bisa membantu keuanganku dari hasil ikatan
sayur yang unak kumpul-kumpulkan seribu perak perharinya. Besok pun kami akan
berangkat kepasir bulu menanam kacang tanah dan jagung lahan milik orang tepat
dipinggir sungai batang gadis. Kalau saja sugai besar bisa-bisa hasil tanaman kami
tak sampai panen.
Aku belum putus harapan untuk tetap sekolah dipesantren itu, meskipun SMP
mompang di tolak umak mentah-mentah dan tak sudi aku menimbah ilmu disana,
pilihan hanya dua yang pernah ayah
tawarkan sekolah AL-azhar atau Istiqomah
sebelum aku tamat sekolah, dan saat itupun masih kelas 5 SD, dan pada
saat ini tak ada harapanku naik kelas 6 karena di kelasku jumpa lagi dengan ibu
eva yang sudah dua kali aku ditinggalkannya kelas 2 dan 4, tapi aku berusaha
menjadi murid kesayangannya dan menunjukkan kalau aku punya talent, tak takut
lagi dengan matematika yang sempat kubuat puisinya;
"Matematika
Mate-maita
Ro ibu eva
Monjap maita
Ulang sanga
Manghormat bendera
Mulai jam pertama
Sampe mulak sikola"
Matahari pagi menyapa pintu dapur rumah kami, saat umak menumbuk daun ubi
sambil menunggu santan di tungku, sikodir dari tadi berangkat kesekolah bersama
suara pesawat dilangit jambur bergemuruh setelah makan nasi yang masih panas
pake santan mentah dicampur garam, sie irham asyik tertawa dengan ayam dan
merpatinya ia cumbui kadang orang-orang yang lewat mau kerja batu-bata ikut
terkekeh melihat irham mengolok-olok ayam dengan tangannya sorlah ada berass
digenggamannya membuat puluhan ayam ternaknya tertipu. Utung ternaknya tau
kalau irham tak dapat melihat jadi mereka seolah anak asrama sejabat
seperjuangan. Belum berkumur-kumur, masih cuci muka saja dengan secangkir air
ayah membersihkan mukanya dari minyak dan timbor lampu teplok mengepul
dihidungnya ayah sudah isap sebatang rokokyang dibakar pake api banggar tungku.
Kadang pas baru bangun tidur seolah merokok adalah do'a bangun tidur ayah. Dan
aku dari tadi pagi di repeti umak supaya menyapu rumah, melipat selimut,
menyusun bantal dan menggulung tikar, habis tu ambil air kesumur orang simutiah
baru cuci piring biar cepat brangkat ke kebun. Memang nasibku seperti anak tiri
saja, kalau kerja lebih banyak jobku, masalah makanan bagianku lebih sedikit,
dan tak pernah disanjung, bahkan pernah umak bilang kalau ada yang beli aku
dijual saja. Saat itu umak emosi karena aku lupa kerja akibat asyik bermain
dengan kawan-kawan di halaman umbah-umbah, main bola loncat dari asyar sampai
habis azan magrib.
Rupanya secara diam-diam ayah punya hadiah untukku, sebuah cerita yang tak
sabar ingin ku dengarkan. Tapi sebelumnya ayah tanyak padaku setelah selesai
makan malam usai solat magrib tepat malam senen kami libur mengaji dirumah
bapak ibrahim.
" Jadi botul do raho sikola di pesantren ni buya i"
" ra mantong ayah, au doma naso sikola, dongan-donganku sude madung manyambungi"
"
nangkin kebetulan pasuo dohot buya saukani, jadi idokkon ayah naporan
roamu sikola di pesantren buyai, jadi idokkon ayah na payahan doba ngot
manyogot i, katapel songoni pondok nai,"
" Hehhee, ma deges i uda, insya Allah lalu ia dei asal sabar ia ro doi raskina, oban uda ma ancogot soudokon di buya bagas"
Buya SK meyakinkan ayah dan mendukung minatku, setelah mendengar cerita
itu, aku tak sabar ingin menceritakannya pada teman-teman setamatan, rasanya mau
meloncat tinggi sangkin riangnya, tapi aku bisa menyembunyikan senyumanku di
dalam selimut putih karung tepung yang umak jahit empat karung menjadi satu,
mampu menutupi seluruh anggota tubuhku mulai dari ujung rambut hingga ujung
induk kakiku yg sudah tukkol. Rasya syukur ini menjulang tinggi, rupanya
lirik-lirikan bola mataku tadi kepesantren pas jalan kekebun pasir bulu itu
sebagai pertandanya, kalau Al-azhar Memanggil Cita-citaku. Kenapa aku belum
mengerti, setelah ayah menuntaskan cerita hadiah itu, akhirnya aku jatuh cinta
pada Al-azhar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar