dulu Aku tak peduli yang namanya kuliah. karena aku tak mengerti apa manfa'atnya, kata mereka jika anak santri kuliah, akan merusak akidah, membingungkan dalam agama, bahkan bisa jadi tersesat dari ajaran sebelumnya, kata mereka, agama itu akan dipermudah, sehingga aku tak pernah bercita-cita lagi jadi sarjana. padahal waktu SD aku sering menulis di belakang namakau Drs. Ir. H. mahdian Tamin Rangkuti, tapi sejenak saja kata mereka nama-nama itu kuhapus langsung dari nama depanku.
merka selalu bercerita S1, S2, S3 hingga habis S. sedikitpun aku tak mengerti apa yang mereka bahas, karena cita-citaku sudah berganti setelah mendengar kalu anak santri kuliah pasti rusak, akhirnya aku bermimpi ingin sekolah ke mesir, lalu dengan sebuah realita, ketika aku mendengar pengajian di hari besar islam seperti isra' mi'raj, maulid nabi, hingga ramdhan, jika tuan gurunya diundang alumni Lc, mereka selalu bercerita tentang kisah hidup mereka di mesir, bukan mengkaji hukum yang diharapkan masyarakat awam kami, saat itu juga aku tak minat sekolah ke mesir, cerita buya bagas sudah cukup bagiku dikelas saat guru di impalnya, pasti bercerita tentang makkah dan madinah, selebihnya mesir, bagimana kehidupan orang disana, ramah tamah orang disana, sodaqoh orang disana, sampai wanita-wanita menjaga aurat disana.
menurutku lebih simpel buya cerita tentang kebenaran mesir dibanding alumni Lc yang pernah mengisi ceramah di pengajian akbar kampung-kampung, buat apa bagi orang kampung masalah sedu sedan, sakit dan perjuangannya di mesir, sementara yang diharapkan masyarakat bukan gelarnya saja yang di bahas tapi, ilmu yang ia bawa terbang dari mesir hingga kekampung, apakah islam itu masih sama, bagaimana hukum dusana dan disini, bagaimana supaya rajin sholat, dan bagaimana da'a orang supaya di ijabah. bukan cerita merka.
akhirnya aku putuskan takkan mau sekolah ke mesir, walau pernah ku buat nama belakangku Lc, singkatan dari Lulusan Cairo, padahal aku lulusan Al-azhar jambur kalau disingkat lebih gaya LJ. rupanya beginilah terjadi kalau sudah di otak-atik manusia fikiran. namun aku tetap penasaran apakah memang seperti itu di sana, aku coba baca-baca buku ti toko buku, tentang al-azhar di mesir, paling banyak yang kutemui, jika mereka ingin jumpa pasti di mesjid, santri indonesia pun seperti itu kok, jadi apa yang di mewahkan aku masih penasaran.
lulus pesantren darul Azhar, aku sudah bercita-cita ingin membangun pesantren, walau belum punya tanah, akan tetapi aku yakin pasti ada yang seminat dengan niatku, namun aku putuskan untuk merantau dulu, pernah mimpiku waktu Sd ingin ke jakarta berjumpa langsung dengan monas, lalu ke taman mini indonesia indah, niat ku di pesantren bertambah mulia, ingin sholat di masjid istiqlal. rupanya tuhan mendengar semua keluh kesah hatiku, yang sudah lama tak ku ingat lagi, ke inginan yang dulu rupanya terwujud setelah hilang.
aku berangkat ke jakarta, dan mendapat pekerjaan menjahit, itu juga adalah cita-citaku dulu, saaat mau tidur, dimalam hari umak selalu menjahit pakaian kami yang sudah koyak, hingga umak ber nostalgia, ketika umak ingin sekali pandai menjahit, sampai-sampai umak bilang, nanti kalau kamu sudah besar, sekolah menjahit saja ke medan, cari kerja dulu disana, padahal aku masih Sd, umak tak ada harapana kalau akau sekolah lanjutan setelah lulus Sd. rpanya saat aku di jakarta, aku ditawarkan untuk menjahit dan di gaji 30 ribu per minggu, saya pikir itu kesempatan emas, aku ambil, walau banya tawaran padaku agar jualan di jakarta, macam-macam kerjanya, ada lapak Es kelapa, Ada bazar pasar malam, jual sembaako, jual baju toko, sampai jual gorengan dipinggir jalan. sekian banyaknya tawaran hanya cita-cita umak yang kuturuti, yaitu menjahit. tapi kapan cita-citaku.
ketika musim liburan panjang, tepat lebaran tahun 2012 aku dapat kesempatan pergi lari dari tempatku menjahit, saat pemiliknya pulang kampung, aku tak sanggup mendengar takbiran di ruko sendiri, meskipun malam itu sudah terjadi, tapi pulang solat Id. aku berjalan sepanjang jalan jati luhur ke jati asih, naik angkot hingga bersambung dengan bus, lalu aku dengan senangnya duduk ddalam mobil itu memandangi hutan beton gedung pencakar langit, niatku hanya satu yaitu sholat di masjid istiqlal.
didalam bus aku duduk bersama seorang ibu-ibu yang ingin ke pasar senen, lalu dia menyapau hendak kemana, ia kenal bangat kalau aku pendatang baru ke jakarta, karena aku sangat lusuh, begitu juga logatku nampak sekali bataknya. aku bilang baru datang dari medan, mau cari erja, saudara tak ada, cuman aku ingin sekali kemonas, dan sholat zuhur di masjid istiqlal, ibu itu baik sekali, dia bilang aku harus turn di sarinah aja, biar sampe kemonas tinggal jalan saja udah sampe. aku dititpkan ibu itu ke stokarnya agar aku diturunkan di sarinah, akupun turn setelah berterima kasih pada ibu berpostur montok itu. lalu aku berjalan lurus, di bundaran HI saya hampir di tabrak pengendara taxsi bus sampai motor karena melihat kebahagiaanku tak percaya bahwa aku sudah di monas. dan aku tak sadari kalai Lampu hijau sudah aktif.
LAMA SEKALI AKU BERMAIN SENDIRI di bawah tugu monas, dulu gambarnya ada di sampul buku - buku peta indonesia, kini aku sudah bersamanya, saat ku asyik menikmati monas, suara azan pun bergema seolah menyambutku, bahwa itu dari masjid Istiqlal jakarta. waduh... subhanalloh, aku tak bermimpi, ini yang di foto kalender-kalender dulu, aku sudah didalamnya. begitu agung arsitek mesjid ini. tuhan engkau membuka lembaran mimpiku.LEM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar